Refine
Language
Document Type
- Articles (187)
- Dissertations (46)
- Reviews (12)
- Books (8)
- Collections (5)
- Forewords (5)
- Interviews (4)
- Ebooks (1)
- Journals (1)
Year of publication
- 2022 (269) (remove)
My parents’ death struggle, my clinical work with dying patients, the euthanasia of Freud, and a fear of dementia form the background to my reflections on dying patients, hospices, assisted suicide, and euthanasia. The change in public opinion has resulted in a displacement from Nazi crimes to the present focus on the right to self-determination. Consequently, a law allowing assisted suicide or euthanasia has been adopted in several locations, such as Oregon in the USA, the Benelux countries, Switzerland, and Canada. The fear of suffering, hopelessness, and inability are strong arguments to allow euthanasia and aided suicide. A compelling case against it is its negative social consequences, the infringement into the private sphere when the sick person and their family must decide if they are willing to accept assisted suicide or euthanasia. Although the >right to death< provides freedom to some, for others it is a forced choice that interferes with the dying process. I conclude by highlighting the palliative model, wherein death is perceived as a part of an individual’s life and as a normal process, although this task is hard for the family to contain, especially when the dying person is in pain and agony. Dying is not merely an individual process. It affects the whole family as well as the future generations’ views on reciprocity and responsibility.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kepribadian Marxian pada tokoh utama pada novel >Sunyi di Dada Sumirah< karya Artie Ahmad menggunakan teori psikologi kepribadian Erich Fromm. Kepribadian Marxian adalah kepribadian yang muncul pada diri manusia sebagai bentuk perjuangannya untuk memperoleh martabat dan kebebasan. Bentuk kepribadian tersebut tampak pada kondisi eksistensi manusia. Kondisi tersebut meliputi dilema eksistensi, kebutuhan manusia, dan mekanisme pelarian diri. Untuk menemukan hal-hal tersebut, digunakan metode deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui teknik studi kepustakaan dan teknik >Content Analysis< sebagai teknik analisis datanya. Hasil penelitian ini meliputi: (1) 50 data dilema eksistensi manusia yang terdiri atas manusia sebagai binatang dan manusia sebagai manusia, hidup dan mati, kesempurnaan dan ketidaksempurnaan, serta kesendirian dan kebersamaan; (2) 25 data kebutuhan manusia yang terdiri atas kebutuhan kebebasan dan keterikatan, dan kebutuhan untuk memahami dan beraktivitas; serta (3) 7 data mekanisme pelarian diri berupa otoritarianisme, perusakan, dan penyesuaian yang dialami oleh tokoh Sunyi, Sumirah, dan Suntini.
본 연구는 에리히 프롬의 글을 통해 철학적 관점에서 여가에 대해 탐구하였다. 역사적으로 사회는 정치적, 경제적으로 인간에게 자유를 부여하는 방식으로 발전해왔으며, 그 기반 위에서 인간이 자유를 적극적으로 실현해 각자의 개성을 실현할 수 있을 것이라고 기대되었다. 그러나 그 같은 체험을 하는 사람은 소수이며 대부분의 사람들은 오로지 소극적 의미의 자유만을 경험함으로써 자유의 진정한 의미를 살리지 못하고 있다. 프롬의 저서들로부터 여가에 시사점을 준다고 판단되는 여덟 개의 주제를 도출하였다. 그것들은 현대자본주의 사회에 순응한 현대인에게서 어떻게 수동적 여가의 모습이 주를 이루고 있는가를 이해하는데 도움을 준다. 현대사회의 노동은 인간이 능동적 존재가 될 수 없는 영역이며 생존의 필요를 가지는 인간이 노동으로부터 벗어나기 어렵다. 따라서 여가를 통해 인간이 능동적인 존재가 되어 자유를 적극적으로 실현함으로써 개성을 실현하는 것이 여가가 삶에 줄 수 있는 진정한 보상이라는 것이 프롬이 던지는 메시지이다.
The reunification of Germany took place in 1990. As an analyst brought up in the former West Germany, but practicing in Berlin, I have observed over and over again that patients who come from what used to be East Germany (German Democratic Republic) – even those born after 1990 – have a strong need to distinguish between East Germans and West Germans. In their minds, Germany seems still to be a divided country. A split identity appears to have been internalized, producing >West German< and >East German< racists who despise, in the >other< kind of German, a devalued aspect of what being German means. I have tried for many years to understand the hidden meanings of this defensive maneuver for the analytic couple, and beyond this for the relation between the East and West German societies. Here I discuss these unresolved shadows in German identity. Analyses in Germany may be dominated by the splits they provoke, which interfere with patients’ capacities to think. Patients may relate instead to a >German< object that is impersonal, nonempathic, and rejects the idea of an independent internal world. The defensive use of this object in the transference has to be continually worked through in the analysis.
The philosophical foundations of interpersonal psychoanalysis: Albert Dunham Jr. and racial politics
(2022)
Pesantren sebagai lembaga pendidikan memberikan sebuah kontribusi yang besar dalam bidang keagamaan. Pendidikan di pesantren memandang bahwa manusia diberi keistimewaan dengan kemampuan berpikir untuk memahami alam semesta, dirinya sendiri, dan tanda – tanda keagungan Tuhan. Dalam pandangan erich fromm manusia pada esensinya adalah makhluk hidup yang organisme yang memiliki bentuk proses energi atau gairah yang memberikan dorongan untuk mencapai kep uasan kepada dunia sekitarnya. Jika ditinjau dalam perspektif p endidikan pesantren, santri sebagai manusia yang berada dalam dilema eksistensial yang mengalami kebingungan dan mencoba mencari cara untuk mengatasi masalah eksistensialnya tersebut. Pendidikan pesantren yang lebih banyak mendidik secara rohani sangat diperlukan dan memiliki peran dalam permasalahan ini. Erich Fromm dalam teori Humanistik Dialektiknya memberikan sebuah pandangan bahwa manusia yang bereksistensi memiliki kebutuhan dasar dan karakter. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pemikiran erich fromm sebagai paradigma eksistensi manusia yang tidak pernah berhenti untuk berdialektika dalam dunia realitas ke hidupnya. Metodologi dalam penelitian ini merupakan metode penelitian pustaka atau library research, yang mengkaji sumber literatur mengenai pemikiran tokoh dan objek penelitian yang terdapat dalam buku, jurnal, ataupun artikel. hasil penelitian ini menggambarkan bahwa manusia dalam hal ini santri yang menempuh pendidikan pesantren sepatutnya diberikan sebuah tuntunan untuk memiliki sikap kritis dalam proses pembelajaran bahkan dalam situasi yang mendasari kebutuhan eksistensinya sebagai manusia. Dalam pandangan Teori Humanis Dialektik erich fromm sesungguhnya sikap kritis yang ada pada diri manusia dipakai untuk mendialektikan suatu problematika hidup, yang tampak tidak se suai (berlawanan) dan mencari upaya untuk mengatasinya. Melalui sistem pendidikan pesantren, peserta didik atau santri akan dapa t menge tahui dirinya dan keberdaan orang disekitarnya dengan mem perhatikan serta memahami suatu keunikannya yang ada pada diri manusia.
The world is currently shocked by a new virus, namely severe acute respiratory syndrome corona virus 2 (SARS-CoV-2) or what is known as covid-19. The virus, which was first discovered in Wuhan, China, has claimed thousands of human victims, including in Indonesia. Many things have happened in terms of humanity in this Covid-19 phenomenon. The occurrence of social distancing, solidarity to help each other even excessive concern for the victims of covid-19. Which in the end has an impact on the exclusion and rejection of these covid-19 victims, which should not have happened. According to a German philosopher, Erich Fromm. In his humanist psychoanalytic theory, Erich Fromm, basically humans under any circumstances have social attachments in the form of love and cooperation with others.