Articles / Artikel
Refine
Language
- Arabic (28)
- Bulgarian (50)
- Catalan (3)
- Czech (37)
- Danish (5)
- German (5327)
- Greek (2)
- English (12163)
- Farsi, Persian (3)
- Finnish (73)
- French (509)
- Hebrew (1)
- Serbocroatic (113)
- Hungarian (75)
- Indonesian (76)
- Italian (757)
- Japanese (63)
- Korean (93)
- Latvian (24)
- Lithuanian (4)
- Dutch (16)
- Norwegian (19)
- Turkish (30)
- Polish (152)
- Portuguese (146)
- Romany (1)
- Roumain, Moldave (5)
- Russian (109)
- ser (2)
- Slovakian (3)
- Slovenian (14)
- Spanish (1198)
- Serbian (9)
- Swedish (8)
- Tajik (1)
- Ukrainian (9)
- Sorbian (1)
- Chinese (1234)
Document Type
- Articles (22270)
- Reviews (43)
- Books (33)
- Forewords (8)
- Dissertations (4)
- Collections (2)
- eBook (1)
- Interviews (1)
- Journals (1)
Do individuals have freedom or are they free? This project utilizes phenomenology and Erich Fromm's concepts of having and being to explore the issue of awareness through the lens of individuals working in public and private organizations. It argues that awareness of freedom is not only structurally constrained within organizations, but serves to conflate a way of being. Further, it suggests, individuals, and especially societal leaders, have a responsibility to take a stand and act according to what provides them with meaning so as to preserve and expand access to individual freedom.
Kompleksitas kehidupan manusia berawal karena ia bukan sekedar mahluk biologis. kematiannya bukanakhir dari perjalanan hidupnyan namun awal dari kehidupan abadinya. Kebahagiaan manusia bukan hanya pada pemuasaan kebutuhan jasmaninya, tetapi terkait dengan pemenuhan kebutuhan rohaninya. Tetapi kehidupan manusia moderen yang terpaku pada rasionalitas dan standar-standar ilmu yang mengikuti rumus-rumus kaku kaum positivisme telah membuat rumusan kebahagiaan yang hanya bersifat material. Akibatnya manusia tercerabut dari nilai-nilai dan akar-akar spiritualitas yang menjadikan manusia terasing dan nestapa dalam kehidupanya. Spiritualitas dalam kehidupan manusia adalah kekuatan mahadasyat yang dapat menghubungkan manusia dengan segala apa yang dilakukan dan tujuan apa ia melakukannya. Spiritualitas adalah iradah rabbaniyah yang mengalahkan kekuatan lain. Ia bagaikan kekuatan daya listrik dalam pembangkit listrik. Kabel dan lampu hanyalah perantara. Ia mengalir sebagai motor penggerak amal manusia. Ia bersifat bebas dan berdaya kekuatan yang luar biasa. Ia adalah potensi yang baik yang dapat menggerakan manusia terhubung dengan sesuatu yang terdalam pada diri manusia. Nestapa manusia moderen adalah keterpisahan dengannya.Formula penting yang harus ditemukan untuk manusia yang sudah terlanjur terpaku pada rumus-rumus modernitas yang rasional dan materialistik adalah spiritualitas yang dapat mendamaikan rasionalitas dan transendenalitas. Kajian filosofis yang mendalam dalam memelihara keterhubungan manusia dengan tuhannya dengan cara-cara yang lebih subtansial dengan menghidupkan beberapa ajaran tasawuf dalam keseharian kita merupakan tawaran dalam tulisan ini.
Проводится философско-культурологический анализ медицинской корпоративной культуры через призму одного из главных ее элементов – любви. Автор отмечает процесс дегуманизации в современной системе оказания медицинской помощи и деонтологический кризис медицинской корпорации. Один из способов выхода из кризиса – возвращение к этике любви врача к своему пациенту на новом уровне. Автором использован методологический подход Эриха Фромма, представляющий любовь как искусство, в котором необходимо совершенствоваться.
Din, felsefe ve psikoloji gibi birçok disiplin vicdan kavramını inceleme konusu yaparak onu anlamaya ve tanımlamaya çalışmıştır. Din, felsefe ve psikoloji alanındaki literatürde vicdan, kişide iyiyi kötüden ayırt etmeye yarayan içsel bir parametre, kişiden kişiye değişen ve geliştirilebilir soyut bir kavram olarak değerlendirilmektedir. Günümüz dünyasında ise değerlerden yoksun pozitivist bilim anlayışının eksiklikleri ve aksaklıkları konuşulmaktadır. Bu bağlamda dünyanın çeşitli yerlerinde ahlak eğitimi, karakter eğitimi ve değerler eğitimi gibi eğitim programları düzenlenmektedir. Bu çalışma değerler eğitiminde eğitim ve çevre gibi faktörlerin yanı sıra insanda doğduğu andan itibaren var olduğuna inanılan vicdan olgusunu dini, felsefi ve psikolojik boyutları ile incelemeyi ve değerlerin öğretimindeki yeri ve önemini değerlendirmeyi amaçlamaktadır. Bu kapsamda dini, felsefi ve psikolojik farklı bakış açılarının vicdan kavramına yönelik değerlendirmelerine yer verilmiş, yapılan tanımların ortak noktalarından hareketle vicdanın >ne< liği üzerinde, vicdan eğitiminin gerekliliği üzerinde durulmuş ve değerler eğitiminde nasıl işe koşulacağı tartışılmıştır. Sonuç olarak, kişinin vicdanına hitap etmeyen hiçbir değerin kişiye kazandırılamayacağı fikri savunulmaktadır.
O artigo tem como objetivo identificar os referenciais teórico-conceituais a partir dos quais Erich Fromm, autor inscrito na tradição de uma >Esquerda Freudiana<, propôs sistemas explicativos para o fenômeno do nazi-fascismo. Fromm o fez do >olho do furacão<, no ano de 1941, com a Segunda Guerra ainda em curso e o governo nazista no poder. Mais amplamente, procura-se verificar que contributos estes referenciais puderam legar às Ciências Humanas e Sociais na forma de elementos explicativos, provenientes das teorias da psicanálise, para a tamanha complexidade deste objeto histórico.
Cyber Teaching dan Ancaman Alienasi: Potret Kecil Keterasingan Mahasiswa di Tengah Pandemi Covid-19
(2022)
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak cyber teaching di masa pandemi Covid-19, ancaman alienasi yang dialami mahasiswa, dan solusinya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Tadris IPS Fakultas Tarbiyah IAIN Parepare. Teknik pengumpulan data adalah observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cyber teaching menawarkan efisiensi dan keterbukaan akses informasi. Namun tidak lepas dari dampak negatif seperti mahasiswa cenderung berpikir pragmatis, terjadinya degradasi moral, kenakalan, dan tindak menyimpang. Selain itu, di masa pandemi Covid-19, mahasiswa menghabiskan banyak waktu di depan layar dunia virtual. Hal ini dapat menjadikan mereka teralienasi. Pemberian tugas yang tidak proporsional dan tepat dapat menggiring mahasiswa ke dalam kondisi keterasingan. Mahasiswa dapat menjadi sosok yang terasing baik pada dirinya sendiri, maupun lingkungannya. Mereka menjadi sosok yang tidak merdeka dan tidak otonom dalam belajar. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan yang humanis dengan menjadikan mahasiswa sebagai sosok yang aktif dalam proses belajarnya.
[Chinese abstract not available] Faced with the rise of fascism and the >bankruptcy< of vulgar Marxism, as the main representatives of Freudian Marxism, Reich and Fromm believed that there was a >rupture< between economic foundation and ideology. In order to make up for the >rupture< and eliminate fascism, Reich and Fromm inherited the subjectivity principle of Western Marxism, reformed Freud’s psychoanalysis, and used personality structure as a >subjective factor of history< to analyze the reasons for the emergence of fascism, thus achieving the combination of Marxism and psychoanalysis, providing a new psychoanalytic perspective for Marxism. However, although they all emphasized supplementing Marxism with psychoanalysis, in terms of specific revolutionary strategies, they still regarded psychological reasons as the root of fascism, which resulted in theoretical flaws that deviated from subjective factors such as historical materialism and exaggerated ideology. As a result, their revolutionary strategy for cultural and psychological liberation was destined to be a utopian fantasy full of subjectivism and romanticism. [Translation: www.cnki.net, 7/2024]