Penelitian ini bertujuan untuk melihat mekanisme pelarian diri yang digunakan Thia sebagai manusia modern dalam ketiga seri novel KKPK Little Ballerina. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori psikoanalisis Erich Fromm, khususnya konsep pelarian diri. Fromm berasumsi bahwa pada dasarnya manusia modern melepaskan kebebasan karena kebebasan selalu hadir bersama ancamannya tersendiri. Terdapat tiga mekanisme yang bisa digunakan untuk melakukan pelarian diri, yaitu: otoritarisme, kedestruktifan, dan konformitas. Data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata baik yang bersumber dari data utama, yaitu novel, maupun wawancara. Kemudian data-data dianalisis dengan melihat hubungan-hubungan tekstual yang ada dalam ketiga seri novel dengan konsep mekanisme pelarian diri. Hasil analisis memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara kebutuhan-kebutuhan manusia dengan mekanisme pelarian diri. Melalui jenis kebutuhan-kebutuhan manusia yang dipenuhi memperlihatkan mekanisme pelarian diri yang digunakan. Otoritarisme terbentuk dengan memenuhi kebutuhan keterhubungan. Kedestruktifan muncul setelah kebutuhan keunggulan terpenuhi. Sementara itu, konformitas tercipta setelah kebutuhan kerangka orientasi, keberakaran, dan kepekaan identitas terpenuhi. Thia menggunakan ketiga mekanisme pelarian diri tersebut. Dari ketiga mekanisme tersebut terlihat hubungan antara satu dengan lainnya. Pola kebebasan menjadi pola tetap dalam cerita-cerita Thia, sementara pola ketidakbebasan menjadi bentuk tersendiri yang muncul berkaitan dengan perkembangan psikologis dari anak-anak akhir ke remaja awal dan pengalaman mengikuti les balet.
The main theme of my Bachelor thesis is the individualization process in the work of Erich Fromm. I focus on the individualization process as a growth of human freedom and individual identity. The aim of this work is to show how the social, economic and religious changes of human society reflect the progress of the individualization process. I try to explain the connections between the progress of the individualization and human relationship to the nature, authority, means of production, religion social and economic structures. I especially focus on the connection between the individualization process and the origin of the capitalist market and Protestantism and its social, economic, political and religious effects on the society structure. I compare the theories of Erich Fromm and Max Weber to show that they share differences and similarities in their viewpoint on the origin and effects and efforts of the capitalist marketplace society and the protestant ethic. I also mention Fromm’s critical viewpoint which says that capitalist society causes conformity, which is contradiction to individuality.
Diese Bachelorarbeit zielt auf die Darlegung der Hauptprinzipien der humanistischen Ethik Fromms und ihre Verbindung mit dem Denken Karl Marx‘ ab. In dem ersten Teil befasst sich die Arbeit mit der Persönlichkeit Erich Fromms im Kontext der Frankfurter Schule und der Kritischen Theorie. Die Aufmerksamkeit widmet sich den 30. Jahren des 20. Jahrhunderts, als Fromm zur Hauptfigur des Instituts für Sozialforschung wurde. Dieses Institut hat eine Gedankenplattform für die Kritische Theorie gebildet und Fromm hat da den historischen Materialismus und Freudismus im Rahmen der Sozialpsychologie zusammengelegt. Der nächste Teil der Arbeit beschäftigt sich mit den Grundprinzipien der humanistischen Ethik. Zuerst werden Kriterien dieser Ethik und das Wesen des Menschens ihrerseits analysiert. In dem Hauptteil der Arbeit befassen wir uns hauptsächlich mit Fromms Auffassung von Freiheit, Liebe und Charakter. Bei der Interpretation des Begriffs Freiheit werden auch der Individuationsprozess und die Mechanismen der Flucht vor der Freiheit behandelt. (Autoritarismus, Destruktivität und Automaten-Konformität). Im Rahmen der Interpretation der Liebe bei Fromm wird ebenfalls die Auffassung der Selbsucht und des Bösen beschrieben. Das folgende Kapitel beschäftigt sich mit dem Thema Charakter in dem Werk Fromms. Danach folgt eine Darlegung der menschlichen Seinmodi nach Fromm. Der Abschlussteil stellt relevante Aspekte von der Ethik Karl Marx‘ vor, welche mit der ethischen Konzeption von Erich Fromm verglichen werden. [Deutsche Kurzfassung der Autorin]
This bachelor's thesis deals with Fromm's perspective to the dilemma of formalization of character in accordance to genders and its differences. This thesis is conceived from general Fromm's description of man's character to detailed description of the social organization and genders perspective. In the first part we focus on general concept of character with emphasis to social character, because it is variable and from Fromm's view is fundamental for its formulation. In the second chapter we mainly addict our self to social structures and their distinct effects which would arised during the formalization of character. In the last chapter we pay attention to individual gender. We are looking for the principal element, which affects character of man and woman from Fromm's perspective.
Penelitian ini memfokuskan pada pembandingan struktur naratif dan sinematik antara cerpen >Cinta di Saku Belakang Celana< dan film >Cinta di Saku Celana< karya Fajar Nugros. Selain itu, juga dilakukan pembandingan mengenai perilaku, peristiwa, dialog/monolog karakter, simbol yang ada di dalam cerpen dan film. Tujuannya adalah untuk mengetahui konsep cinta yang terdapat dalam cerpen dan film, serta bagaimana representasi konsep cinta dari cerpen ke film. Hal yang melatarbelakangi penelitian ini adalah adanya perbedaan konsep cinta yang terdapat dalam kedua karya tersebut yang masih menimbulkan kebingungan bagi para pembaca. Kajian ini menggunakan pendekatan sastra bandingan. Penelitian ini dikaitkan dengan hierarki kebutuhan Abraham Maslow, objek cinta menurut Erich Fromm, dan cinta dalam tasawuf menurut Rabi’ah Al Adawiyah. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis komparatif. Data dan sumber data adalah file film >Cinta di Saku Celana< dan buku kumpulan cerpen karya Fajar Nugros berjudul >I Didn’t Lose My Heart, I Sold It on Ebay!< Temuan penelitian menunjukkan bahwa konsep cinta yang terdapat pada cerpen adalah cinta kepada harta/materi, sedangkan pada film adalah cinta kepada wanita. Representasi konsep cinta dari cerpen >Cinta di Saku Belakang Celana< ke film >Cinta di Saku Celana< mengalami pergeseran menjadi sesuatu yang lebih realistis sehingga mampu diterima oleh penonton. Atas temuan itu dapat disimpulkan bahwa meskipun sebuah film berasal dari cerpen yang memiliki cerita sama, tetapi tetap saja terjadi pergeseran setelah diekranisasi. Pergeseran ini terjadi karena adanya perbedaan sasaran antara cerpen dan film. Sasaran cerpen adalah pembaca, sedangkan sasaran film adalah penonton. Penelitian ini memfokuskan pada pembandingan struktur naratif dan sinematik antara cerpen >Cinta di Saku Belakang Celana< dan film >Cinta di Saku Celana< karya Fajar Nugros. Selain itu, juga dilakukan pembandingan mengenai perilaku, peristiwa, dialog/monolog karakter, simbol yang ada di dalam cerpen dan film. Tujuannya adalah untuk mengetahui konsep cinta yang terdapat dalam cerpen dan film, serta bagaimana representasi konsep cinta dari cerpen ke film. Hal yang melatarbelakangi penelitian ini adalah adanya perbedaan konsep cinta yang terdapat dalam kedua karya tersebut yang masih menimbulkan kebingungan bagi para pembaca. Kajian ini menggunakan pendekatan sastra bandingan. Penelitian ini dikaitkan dengan hierarki kebutuhan Abraham Maslow, objek cinta menurut Erich Fromm, dan cinta dalam tasawuf menurut Rabi’ah Al Adawiyah. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis komparatif. Data dan sumber data adalah file film >Cinta di Saku Celana< dan buku kumpulan cerpen karya Fajar Nugros berjudul >I Didn’t Lose My Heart, I Sold It on Ebay!< Temuan penelitian menunjukkan bahwa konsep cinta yang terdapat pada cerpen adalah cinta kepada harta/materi, sedangkan pada film adalah cinta kepada wanita. Representasi konsep cinta dari cerpen >Cinta di Saku Belakang Celana< ke film >Cinta di Saku Celana< mengalami pergeseran menjadi sesuatu yang lebih realistis sehingga mampu diterima oleh penonton. Atas temuan itu dapat disimpulkan bahwa meskipun sebuah film berasal dari cerpen yang memiliki cerita sama, tetapi tetap saja terjadi pergeseran setelah diekranisasi. Pergeseran ini terjadi karena adanya perbedaan sasaran antara cerpen dan film. Sasaran cerpen adalah pembaca, sedangkan sasaran film adalah penonton.
Alienasi merupakan istilah yang telah banyak digunakan oleh para pemikir sejak masa lampau, mulai dari Hegel, Karl Marx sampai Sartre. Dalam memaknainya, masing-masing tokoh berbicara dalam ruang lingkup kajian yang berbeda. Hegel mengatakan bahwa pembahasan alienasi ini penting dalam kaitannya dengan munculnya kesadaran atau perasaan terhadap keliyanan. Karl Marx berbicara tentang alienasi ketika ia prihatin dengan nasib para buruh yang dieksploitasi kaum borjuis. Sedangkan Sartre membicarakaan alienasi dalam hubungannnya dengan kebebasan manusia. Dari banyak tokoh tersebut, Erich Fromm sebagai seorang pemikir turut menyumbangkan kegelisahannya terhadap kondisi manusia modern yang dalam analisisnya, ia menggunakan konsep alienasi sebagai titik sentralnya. Fromm terpengaruh dengan banyak tokoh seperti Hegel dan Karl Marx, tetapi juga mengkritik, bahwa aplikasi tentang penanggulangan kondisi keterasingan manusia selalu mengalami jalan buntu karena masing-masing pemikir hanya memfokuskan analisisnya terhadap satu aspek permasalahan saja. Fromm menawarkan sebuah ide bahwa untuk menyembuhkan masyarakat yang sakit harus dilakukan perubahan bukan hanya dalam satu aspek kehidupan, tetapi perubahan yang simultan dalam seluruh bidang seperti bidang industri dan organisasi politik, spiritual, orientasi filosofis, struktur karakter manusia dan aktifitas kebudayaan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode library research dengan analisis deskriptif. Penulis dalam mengumpulkan data dengan membagi data primer dan sekunder. Teknik yang digunakan dalam analisa data dalam penelitian ini adalah dengan cara memahami tesis-tesis dari pemikiran tokoh bersangkutan, lalu mendeskripsikan dan menafsirkan pemikiran tokoh tersebut. Dalam analisis pemikiran yang telah dipaparkan juga digunakan analisa filosofis yang melingkupi pemikiran tersebut serta fenomena modern saat ini. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa Fromm berusaha menggenapi pemikiran para tokoh terdahulu dengan melakukan banyak kritik dan tambahan. Fromm beranggapan bahwa untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, kesadaran mesti dimulai dari diri sendiri. Hal ini sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang sadar dan unggul.
艾丽丝•默多克(Iris Murdoch,1919-1999)是当代英国著名的小说家、哲学家。她的作品具有极强的故事性以及深刻的道德哲学思想。在她的二十六部小说中,创作于20世纪70年代的《黑王子》是较为重要的一部,其独特的叙事结构和深邃隐晦的哲理得到了学者的广泛探讨。本文在借鉴前人研究成果的基础上,运用精神分析理论分析作品中人物间的施虐与受虐特征及其心理根源,以及人物之间施虐与受虐关系的转换,探讨默多克本人的道德哲学思想。本论文共分为五部分:第一章绪论部分叙述了国内外对默多克创作及其《黑王子》这部小说的研究现状,梳理了施虐与受虐理论在心理学上的发展脉络,陈述了与本文相关的埃利希•弗洛姆、西蒙•弗洛伊德、阿尔弗雷德•阿德勒的理论观点,最后对小说人物关系作了简要概括。第二章从施虐者入手,分析小说两个主要人物阿诺尔德与其好友布拉德利的施虐表现和根源,指出阿诺尔德是行为的施虐者,其在施虐心理和支配欲望的作用下对妻子长期施以家庭暴力,而布拉德利则是言语的施虐者,因逃避和自卑心理冷漠对待他人。第三章从受虐者角度出发,通过分析蕾切尔、普丽西娜和弗朗西斯三个人的不同的受虐表现和根源,指出前两者因内在的软弱性以及缺乏自我独立意识,导致她们在面对残酷的施虐时,一个默默忍受,一个走向了毁灭,而身为同性恋的弗朗西斯成为了受虐倒错者,企图在受虐的享受中寻找自我的存在感和安全感。第四章讨论小说中人物的施虐与受虐角色的转换,布拉德利因对朱莉安的自私的爱而沦为了受虐者,蕾切尔因不堪忍受丈夫的暴力和背叛而杀死了丈夫阿诺尔德,从原先的受虐者转变成了施虐者。最后一章结语部分总结上文,指出默多克笔下人与人,尤其是两性之间的相处困境,通过对小说结局的分析得出结论,真诚的爱才是走出人际交往困境的重要途径。
本文主要运用了埃里希•弗洛姆对马克思劳动异化的阐述和发展形成的异化理论,分析了毛姆短篇小说中三种异化形态,为其短篇小说的研究提供了一个较为新颖的角度。本文从三个方面重点分析毛姆的十个短篇小说文本:《雨》和《教堂堂守》体现了宗教的伪善和对人性的压迫,说明人类创造的上帝反而成为主宰人的力量,使的人与上帝的关系产生了异化;人际关系的异化表现在三个方面,其中《午餐》表现了对异化的绅士风度的盲目推崇让人与人之间的交往变得肤浅而虚伪,《马金托什》体现了殖民制度下的共生关系充满矛盾冲突,而毛姆多个关于爱情和婚姻的短篇,例如《红毛》、《被毁掉的人》、《策略婚姻》、《灵机一动》和《上校夫人》等则反映出当代西方社会爱情和婚姻的功利性;《蒙德拉哥勋爵》和《池》体现了人与自身的异化与外在环境的关系,表明无论是在资本主义蓬勃发展的西方还是在处于殖民统治下的原始东方,种族歧视以及金钱和权力至上的观念无孔不入,人被种种欲望所驱使,泯灭了其自然天性,对自由的追寻、对精神家园的向往最终化为泡影,只能以死亡来逃避完全异化的命运。本文最后得出结论,毛姆对异化的深刻体验在其短篇小说中有着充分体现,冷峻客观的笔调之下是对人类生存困境的深切关注,他对恶人的同情更是体现了他对人性的歌颂和对异化社会的叛逆。